Sabuk Kuning Jadi Rebutan! Ini Serunya Ujian Tapak Suci di Spempat

Suara teriakan memecah kesunyian pagi di halaman Masjid Syuhada, Kompleks Pendidikan Muhammadiyah Gadung, Surabaya. Audrey Rizkyandra, siswa kelas 7C SMP Muhammadiyah 4 Surabaya (Spempat), tampak semangat meninju ke depan bersama lima temannya. Kepalan tangannya menghentak serempak, gerakannya tegas mengikuti irama jurus katak tunggal yang dihafalnya.

Itulah salah satu adegan dalam ujian pelantikan Tapak Suci yang digelar Sabtu (25/4). Sebanyak 74 siswa dari kelas 7A hingga 7C mengikuti kegiatan rutin yang menjadi ajang pembuktian hasil latihan seni bela diri khas Muhammadiyah tersebut. Di bawah pengawasan dua penguji, siswa diminta memeragakan jurus-jurus dengan tepat dan penuh semangat.

“Kami harus sepuluh kali meninju kuat-kuat, serempak, dan tidak boleh salah gerakan,” cerita Audrey dengan napas masih terengah.

Ujian ini bukan hanya soal kekuatan fisik, tapi juga fokus dan kekompakan. Setiap gerakan dinilai detail, mulai dari postur tubuh, arah pukulan, hingga ekspresi wajah.

Tak semua jurus mudah dikuasai. Dava Desta, siswa kelas 7B, mengakui tantangan terberatnya adalah saat memeragakan jurus bunga rampai matahari 1.

“Gerakannya banyak dan harus urut. Banyak yang lupa, akhirnya jadi kacau,” katanya, sambil tertawa kecil mengingat momen gugupnya.

Namun, ujian ini bukan cuma tentang bela diri. Di balik keringat dan sorakan, nilai-nilai kedisiplinan, tanggung jawab, dan cinta kebersihan turut ditanamkan. Saat istirahat makan bersama, pembina Tapak Suci, Wahyu Duantoro, menegaskan agar siswa menghabiskan makanan dan membersihkan tempat makan.

“Ini bagian dari pelatihan karakter. Sederhana, tapi penting,” ujarnya.

Setelah salat Zuhur, sesi ujian praktik kembali dilanjutkan. Siswa yang lolos ujian ditandai dengan penyerahan sabuk kuning — simbol naik tingkat yang paling ditunggu-tunggu. Untuk menerimanya, siswa harus melakukan gerakan roll depan menuju podium, menambah kesan heroik pada momen sakral tersebut.

“Rasanya bangga dan senang. Latihannya capek, tapi akhirnya terbayar,” ungkap Mutiara Anjani, siswa kelas 7B, sambil memandangi sabuk kuning yang kini melingkar di pinggangnya.

Kepala SMP Muhammadiyah 4 Surabaya, Laili Rahmi, dalam sambutannya mengingatkan bahwa bela diri Tapak Suci bukan ajang gagah-gagahan.

“Kader Muhammadiyah harus tangguh, tapi rendah hati. Bela diri ini untuk membela diri, bukan pamer kekuatan,” tegasnya.

Lebih dari sekadar pelantikan, kegiatan ini menjadi tolok ukur keberhasilan ekstrakurikuler wajib di Spempat. Dari peluh, tawa, hingga sorak kemenangan, siswa belajar lebih dari sekadar jurus. Mereka sedang membentuk karakter—tangguh, disiplin, dan penuh semangat juang.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *