Iduladha di SMP Muhammadiyah 4, Kurban Jadi Momen Penuh Makna

Udara pagi masih menyimpan dingin berpadu dengan embun pagi. Jam dinding di masjid Syuhada baru saja menunjuk pukul 04.45 WIB. Kalender yang tergantung di dinding ruang guru, menunjukkan tanggal 7 Juni 2025.

Di balik bayang pohon yang menaungi lapangan Kompleks Pendidikan Muhammadiyah Gadung, satu per satu panitia mulai berdatangan. Sorot lampu di berbagai sisi lapangan menunjukkan wajah-wajah guru dan karyawan pagi itu. Wajah-wajah yang menyiratkan semangat, meski mata mereka masih menyimpan kantuk. Di tangan mereka, alat sembelih, plastik besar, dan semangat kurban yang tumbuh dari niat berbagi.

Tak lama setelah salat Subuh, gema takbir pelan-pelan membungkus udara. Empat ekor sapi, besar dan sehat, berdiri tenang di sudut lapangan. Keempatnya bukan sekadar hewan kurban, tapi simbol gotong royong. Dua sapi berasal dari siswa beserta keluarganya. Satu sapi merupakan hasil patungan guru, karyawan, dan siswa. Satu sapi lagi merupakan hasil kontribusi siswa dan guru. Semuanya menyatu dalam satu niat: berbagi kebahagiaan di Iduladha.

Slamet Tutug Waris, ketua panitia, berdiri memantau proses penyembelihan. Ia sesekali memberi aba-aba, sesekali menyeka keringat yang belum sempat benar-benar keluar. Aura wajahnya menyiratkan kegembiraan sekaligus haru ketika hewan kurban disembelih.

“Alhamdulillah, mulai jam lima proses sudah berjalan. Kami ingin semuanya selesai sebelum tengah hari agar pembagian bisa segera dimulai,” katanya sambil tersenyum.

Suasana terasa khidmat. Panitia bekerja dalam harmoni—ada yang memotong, menimbang, membungkus, dan tentu saja yang memasak. Di dapur dadakan depan ruang kelas 9D, aroma rempah mulai menguar. Bumbu gule mulai ditumis, menyatu dengan harumnya daging sapi segar. Tak hanya daging mentah yang dibagikan, tapi juga masakan siap santap. Sebuah bentuk cinta yang lebih hangat, lebih akrab, dan terasa langsung manfaatnya.

Menjelang pukul 10.00 WIB, semua selesai sesuai rencana. Plastik-plastik berisi daging mulai diambil oleh siswa dan diantarkan kepada warga sekitar. Pun masakan gule. Piring beserta kotak-kotak thinwall penuh berisi masakan berbahan baku daging itu siap dibagikan. Tak ada sorotan kamera berlebih, hanya tangan-tangan lelah yang tetap cekatan dan senyum-senyum kecil yang saling menguatkan. Sesekali bercanda antarpanitia menjadi bumbu untuk menuntaskan kegiatan hari itu.

Laili Rahmi, Kepala SMP Muhammadiyah 4 Surabaya, ikut berbaur membungkus dan menimbang daging kurban. Ia duduk bersama guru dan karyawan yang lain sambil menyaksikan kegiatan itu dengan mata berbinar.

“Kami ingin siswa, guru, dan karyawan belajar dari kegiatan ini. Belajar tentang berbagi, tentang kepekaan sosial, dan tentang tanggung jawab sebagai bagian dari masyarakat,” ucapnya pelan namun tegas.

Hari itu, sekolah bukan sekadar tempat belajar. Sekolah menjadi tempat tumbuhnya rasa peduli dan kebersamaan. Hari itu, SMP Muhammadiyah 4 Surabaya tidak sekadar menyembelih hewan kurban. Warga sekolah sedang terus belajar untuk berbagi, mengikhlaskan, dan menumbuhkan hati yang tulus.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *